Rumah itu, untukku, adalah tempat yang selalu terbuka untuk kita kapanpun kita pulang.
Tempat itu adalah orang-orang.
Orang-orang yang tidak peduli di manapun mereka berada, mereka mendengarkan kisah kita. Hanya diam dan mendengarkan. Orang-orang yang tahu kegagalan-kegagalan kita, tapi tidak pernah bertanya, mengungkit, dan membicarakan kegagalan-kegagalan itu. Yang ketika bertemu atau bicara dengan kita, berpura-pura seperti tidak ada apa-apa. Seolah tidak ada kisah kegagalan. Seolah semuanya baik-baik saja.
Mereka menyapa dengan senyum lebar, memanggil nama kita dengan hangat seperti biasa. Dengan suara-suara dan gaya-gaya mereka yang khas.
Tidak ada kata-kata seperti, “I heard that you…”
tidak juga kata-kata seperti, “I’m sorry that you…”
tidak juga kata-kata, “It is okay…”
tidak sedikitpun.
Yang ada hanya pesan berisi foto pohon mangga di pekarangan rumahku dan pesan singkat: “Mangganya sudah menunggu kamu pulang ooiiiy…”.
atau, “Idul Adha pulang?”
atau, “Waah, ada Nana. Harus makan siang enak nih, kita.”
Hanya itu.
Karena tidak menanyakan apa-apa
Karena tidak menyinggung apapun.
Terima kasih.
p.s.: catatan siang bolong karena kangen rumah.